Thursday, April 11, 2013

Industri Akuntansi Indonesia Siap Hadapi 2015


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden CPA Australia-Indonesia Office, Ferdinand Sadeli menyebutkan, industri akuntansi Indonesia ditargetkan dapat mengadopsi IFRS (International Financial Reporting Standards), yaitu sistem standar akuntansi internasional, secara penuh pada tahun 2012.
Sebagai dampaknya, industri akuntansi di Indonesia pun akan siap menghadapi Komunitas ASEAN yang akan berlangsung pada tahun 2015 mendatang. Dan, investor asing akan banyak berinvestasi di Indonesia.
"Ya pasti demikianlah. Mustinya dari tahun depan (2012) semuanya sudah relatively sama (dalam menerapkan standar laporan akuntansi di antara negara-negara ASEAN)," ujar Ferdinand kepadaKOMPAS.com dalam acara konferensi pers peresmian kantor CPA Australia di Jakarta, Senin (31/10/2011).
Indonesia sendiri, terang dia, sudah mulai menerapkan standar internasional ini sejak Januari 2011. Sementara, Singapura sudah dan Malaysia telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2006. Selain itu, dengan standar IFRS, terang dia, maka investor asing yang datang ke Indonesia akan disuguhi oleh laporan keuangan yang punya standar sama di seluruh dunia.
"Dia (investor) nggak perlu pusing-pusing," tambah dia.
Manfaat lainnya dengan IFRS ini yakni mengurangi biaya modal (cost of capital). Artinya, terang Ferdinand, investor tidak akan minta tingkat pengembalian (return) yang tinggi lagi ketika dia mau investasi di Indonesia.
"Karena semuanya sudah transparannya sama, level disclosure-nya sama, understandingnya sama," ujar Ferdinand.
Jadi, ucap dia, dengan adopsi IFRS secara penuh, maka investor asing pun lebih banyak yang mau masuk ke Indonesia. "Mudah sekali dia untuk membandingkan. Dia membaca laporan keuangan enggak bingung-bingung," tegas Ferdinand.


Opini terhadap artikel di atas :
Siapnya Indonesia dengan ikut serta dalam komunitas ASEAN di tahun 2015 mendatang memperlihatkan Indonesia terutama dalam bidang akuntansi sudah sangat baik dalam mengadopsi standar akuntasi internasional untuk standar pelaporan. Dan ini berdampak baik bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mungkin karena penerapan standar berbasis internasional ini para investor tidak perlu ragu untuk berinvestasi di Indonesia. Seharusnya penerapan berbasis internasional sudah diterapkan oleh semua perusahaan yang cukup berpengaruh di Indonesia demi kepentingan investasi terutama untuk pembangunan.

Tuesday, April 9, 2013

Bank Dunia Tidak Beri Penilaian, tetapi Beri Dorongan


JAKARTA, KOMPAS.com — Regional Manager, Financial Management, Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia, Samia Msadek, menyatakan, Bank Dunia tidak memberikan penilaian akan sejauh mana perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mengaplikasikan standar audit dan pelaporan finansial yang selaras dengan standar internasional. Menurut dia, lembaga ini hanya berperan untuk memberikan rekomendasi bagaimana standar nasional bisa sebaik mungkin mengacu pada apa yang berlaku di dunia internasional.
"Saya tidak menjawab ya atau tidak untuk pertanyaan ini. Bukan hal yang mudah untuk menjawab apakah (perusahaan dan bank) telah selaras dengan standar (internasional). Kamu bisa lihat laporan kami adalah proses yang panjang. Kami harus profesional dalam melakukan itu (penilaian)," ujar Samia, di Jakarta, Senin (14/11/2011 ).
Menurut dia, hanya ada dua opsi, apakah perusahaan menerapkan standar yang benar atau salah. Namun, terang dia, Bank Dunia hadir untuk membantu standar nasional bisa selaras dengan yang berlaku di internasional.
Bentuk nyata bantuan tersebut adalah dengan mengeluarkan sejumlah rekomendasi, salah satunya, agar kapasitas Ikatan Akuntansi Indonesia dan Institut Akuntan Publik Indonesia, dan praktik audit skala kecil dan menengah dapat ditingkatnya. "Penerapan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebaiknya merupakan proses kolaboratif antar badan-badan pengatur sektor keuangan, profesi akuntansi, dan mitra-mitra pembangunan internasional," tambah Samia.
Ia juga menaruh rasa bangga terhadap penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ini merupakan standar pelaporan keuangan yang berlaku internasional. "Apa yang membuat saya sangat terkesan adalah bagaiman orang-orang ini (perusahaan) menghabiskan akhir pekan, dari Jumat ke Minggu, di tempat terdekat, untuk mengerjakan hal itu (IFRS)," tambah dia sembari memberi petunjuk bagaimana tebalnya buku mengenai IFRS itu.


Opini terhadap artikel di atas :
Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sudah menerapkan IFRS belum tentu sudah selaras dengan standar internasional. Bahkan Regional Manajer, Financial Management, Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia tidak bisa menilai sejauh mana perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menerapkan standar audit dan laporan keuangan setara dengan standar internasional. Jadi sebaiknya melakukan apa yang direkomendasikan yaitu ada kerja sama antara badan-badan pengatur sektor keuangan, profesi akuntansi, dan mitra pembangunan internasional. Para akuntan yang terlibat pun harus yang sudah paham betul akan standar akuntasi internasional.

Neraca LKPP dan BLU Berstandar Dunia


DENPASAR, KOMPAS.com - Baru kali ini pemerintah menerapkan standar akuntansi bertarap internasional, yakni tidak lagi menggunakan standar berbasis kas, melainkan standar akuntansi berbasis akrual. Itu pun masih terbatas hanya pada neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP dan laporan keuangan Badan Layanan Umum atau BLU.
"Sementara APBN dan bagian lain dari LKPP semuanya masih menggunakan akuntasi berbasis kas, karena tidak mudah menerapkannya," ungkap Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao di Kuta, Bali, Jumat (6/8/2010).
Baru sejak tahun 2004 (atau setelah 59 tahun Indonesia merdeka), pemerintah membuat LKPP, sebelumnya hanya dalam bentuk laporan pertanggungjawaban anggaran. Dengan LKPP, pemerintah tidak hanya melaporkan keluar masuknya uang yang dipakai pada tahun sebelumnya, namun juga membuat neraca keuangan hingga laporan arus kas.
Dalam neraca itulah tercermin untuk pertama kalinya kekayaan negara dan kewajiban pemerintah yang dimiliki Indonesia selama ini. Dalam neraca tersebut, publik dapat mengetahui seluruh aset yang dimiliki, utang yang membebani pemerintah, modal yang dimiliki untuk bergerak maju. Namun, diantara bagian-bagian yang ada dalam LKPP, hanya neraca yang sudah berstandar internasional, selebihnya masih menggunakan sistem lama.
Dengan mengubah standar akuntansi ke basis akrual, tidak hanya aliran uang tunai yang tercatat dalam APBN dan neraca, melainkan juga semua risiko keuangan yang mungkin dihadapi pemerintah dalam jangka pendek hingga panjang. Akuntansi berbasis akrual juga mengharuskan mengecekan lengkap terhadap setiap sen uang negara yang telah dikeluarkan.
Sebagai ilustrasi, jika suatu kementerian meminta anggaran untuk membeli bibit sapi pada tahun 2010, maka dia akan diminta melaporkan terlebih dulu anggaran pembelian bibit sapi pada tahun 2009. Kementerian itu harus menjelaskan, berapa banyak bibit sapi yang dibeli tahun 2009, berapa banyak sapi yang tumbuh besar, hingga berapa sapi yang beranak.
Dulu, ketika pemerintah masih memakai akuntansi berbasis kas, tidak ada pemeriksaan silang seperti itu. Anggaran bibit ayam yang dikeluarkan tahun 2009, akan hangus begitu saja, karena tidak ada yang menanyakan kondisi terakhir dari bibit ayam yang telah dibeli itu.
Salah satu kiblat yang digunakan pemerintah dalam menyusun laporan keuangan berbasis akrual adalah Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) yang diterbitkan oleh International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB).
Hingga saat ini, ada 30 negara yang mengadopsi IPSAS, antara lain Perancis, Afrika Selatan, Swiss, Rusia, Israel, Slowakia, Austria, dan Brazil. Standar yang sama juga telah digunakan di seluruh badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), OECD, Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Interpol. Selain itu, ada 10 negara yang menggunakan IPSAS sebagai referensi, antara lain Indonesia, Australia, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.



SUMBER


Opini terhadap artikel di atas :                                                    
Meskipun bagian neraca sudah berstandar internasional atau berbasis akrual tetapi belum semua menerapkannya. Bagian lain selain neraca masih menggunakan sistem lama atau berbasis kas. Seharusnya pemerintah bisa mengubah semua bagian dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) karena dilihat dari akuntansi berbasis akrual sendiri yang mengharuskan pengecekan lengkap terhadap setiap dana yang keluar, juga dapat mengetahui resiko keuangan negara tidak hanya mengetahui aliran dana yang dicatat APBN. Dan lagi tidak sedikit negara yang menggunakan standar akuntansi berbasis akrual dengan menjadikan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS).