Thursday, May 2, 2013

Eropa Mesti Dapatkan Kembali Kepercayaan Internasional


KOMPAS.com - Eropa mesti mendapatkan kembali kepercayaan internasional demi pemulihan ekonomi. Pokok itu menjadi salah satu pernyataan Kanselir Jerman Angela Merkel di Brussels saat berbicara di Parlemen Eropa.
Dalam warta AP dan AFP pada Kamis (8/11/2012), Angela Merkel juga mengajak Uni Eropa mengikuti peta jalan pemulihan rancangannya. Poin penting dalam peta jalan itu adalah harmonisasi regulasi pasar finansial, integrasi kebijakan ekonomi dan fiskal yang lebih dekat, serta memberikan legitimasi demokrasi lebih besar dalam pengambilan keputusan di level Eropa. "Tujuannya adalah Eropa secara bersama-sama memenangi persaingan kembali," kata Merkel.
Dalam pemulihan tersebut, Uni Eropa menghadapi masalah dengan rencana perpisahan Inggris Raya. "Saya ingin Inggris Raya yang kuat di dalam Uni Eropa. Saya akan membicarakan hal itu dengan Perdana Menteri (PM) David Cameron," katanya.
Merkel memang merencanakan akan bertandang ke London untuk menemui Cameron. Di sana ia akan memaparkan rencana anggaran Uni Eropa untuk 2014-2020.
PM Cameron menghadapi masalah internal lantaran tekanan oposisi. Boleh jadi, dia akan menolak anggaran Merkel itu.


opini : Demi terciptanya harmonisasi regulasi pasar finansial, integrasi kebijakan ekonomi dan fiskal yang lebih dekat, serta memberikan legitimasi demokrasi lebih besar dalam pengambilan keputusan di level Eropa, Uni Eropa harus ikut andil supaya eropa mendapat kembali  kepercayaan di mata internasional demi pemulihan ekonomi. Ini dilakukan agar Eropa secara dapat bersama-sama memenangi persaingan kembali di saat ekonomi sudah kembali pulih. 

Bank diizinkan buka usaha titip & investasi valas


Sindonews.com - Demi mengamankan pasokan valuta asing khususnya dolar (AS) di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) membuat aturan yang memperbolehkan perbankan mengatur valas milik perusahaan-perusahaan. 

Aturan trustee ini memperbolehkan bank menyimpan dan menginvestasikan serta meminjamkannya ke pihak lain.

Direktur Stabilitas Sitem Keuangan BI Filianingsih mengatakan, aturan trustee yang diberlakukan BI kepada perbankan ini bertujuan agar supply valas di dalam negeri tidak bergejolak ketika ada penarikan dana besar-besaran (sudden reversal).

"Dari data kita juga, ternyata 11 dari 19 Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) ternyata menyimpan valasnya di luar negeri, padahal dananya digunakan untuk bisnis Indonesia. Ini bukan apa-apa, tetapi karena kita tidak memiliki instrumen di dalam negeri," ujar Fili saat Bankers Dinner, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/11/2012) malam.

Karena itu, BI kemudian membuat aturan yang memungkinkan perusahaan untuk menjadi trustee dan memungkinkan mereka menyimpan valasnya di Indonesia.

"Kegiatan trust ini dipisahkan dari kegiatan unit bank lainnya dan kalaupun bank pailit, aset trust ini tidak akan ikut dilikuidasi," tambah dia.

Selain diperbolehkan membuka kegiatan trust, jelas Fili, BI memperbolehkan bank melakukan tiga hal, yaitu sebagai agen pembayar, agen investasi dan agen peminjaman.

"Namun kegiatan-kegiatan ini harus atas perjanjian dan sepengetahuan perusahaan," tambah dia.

Beberapa bank yang diperbolehkan menjadi agen trust ini, papar Fili, ada beberapa yaitu bagi kantor cabang bank umum harus berbadan hukum Indonesia, dan memiliki modal inti minimal Rp5 triliun dan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) minimal 13 persen selama 18 bulan terakhir.

"Selain harus memiliki tingkat kesehatan bank paling rendah peringkat komposit dua selama dua periode penilaian terakhir dan PK 3 selama satu periode," papar dia.

Adapun bagi bank asing, BI mengharuskan bank memiliki Capitalaa Equivalence Maintainde Assets sebesar Rp5 triliun. "BI tidak mengatur perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang apa saja," pungkasnya.


Opini : Para pebisnis di indonesia sebaiknya mendukung Bank Indonesia (BI) yang menbuat aturan bahwa perbankan boleh mengatur valas milik perusahaan-perusahaan dan membuat aturan yang memungkinkan perusahaan untuk menjadi trustee dan memungkinkan mereka menyimpan valasnya di Indonesia. Aturan trustee ini memperbolehkan bank menyimpan dan menginvestasikan serta meminjamkannya ke pihak lain. Ini dilakukan BI supaya pebisnis di Indonesia yang dananya juga digunakan untuk bisnis di Indonesia tidak perlu menyimpan valas mereka  di luar negeri. Bank-bank yang diperbolehkan menjadi agen trust bisa bertindak sebagai agen pembayar, agen investasi dan agen peminjaman. Dan seandainya bank yang menjadi agen trust mengalami kebangkrutan dan aset bank harus dilikuidasi, aset trust ini tidak akan ikut dilikuidasi.

Perusahaan China Curang


BEIJING,KOMPAS.com - Pemeringkat kredit Fitch memperingatkan, tata kelola perusahaan di China sangat lemah. Kualitas informasi yang diberikan kepada para pemegang saham masih sangat rendah. Kekurangan ini akan menyebabkan perusahaan China sukar meraup dana dari pasar modal.
Fitch mengatakan, masalah tersebut sudah mencoreng perusahaan China. Isu tersebut memerlukan waktu beberapa saat untuk dapat diselesaikan. Hal ini sehubungan dengan munculnya skandal pelaporan keuangan oleh korporasi China.
Hal tersebut terungkap dalam laporan lembaga pemeringkat itu tentang tata kelola perusahaan di China yang dikeluarkan di Beijing, Senin (18/7).
Fitch mengatakan, kategori laporan keuangan korporasi China bisa dikatakan berisiko dan tergolong mengandung unsur penipuan. ”Beberapa tuduhan itu akan terbukti,” demikian pernyataan Fitch.
Fitch menyatakan, diperlukan waktu lama untuk menghapuskan kesan negatif seperti itu. Kondisi laporan keuangan korporasi China yang bercitra buruk juga menjadi kendala sehingga mereka tidak dapat mengakses pasar modal dengan mudah. Keadaan akan menjadi tambah sulit jika ada hal buruk lain, seperti menurunnya kepercayaan para investor.
Namun, hal seperti ini tidak saja mendominasi perusahaan China. Perusahaan asal AS dan Eropa juga sarat dengan skandal penipuan keuangan. Hal itu terbukti dengan banyaknya perusahaan berjatuhan saat krisis ekonomi AS meledak tahun 2008 lalu.
Fitch melakukan kajian tentang tata kelola perusahaan China dengan menganalisis 40 perusahaan yang berasal dari China. Lembaga pemeringkat tersebut menyatakan, banyak titik lemah pada perusahaan-perusahaan China. Hal itu, misalnya, terlihat dari penggunaan standar akuntansi China, pemilihan auditor, pencatatan saham di Bursa Saham Shanghai yang tidak ”beres”, dan terjadinya konsentrasi kepemilikan saham.
Laporan tersebut juga mengamati besaran finansial perusahaan, seperti pertumbuhan pendapatan, modal kerja, pajak, dan marjin keuntungan, yang dianggap tak sesuai keadaan.
Fitch mencatat tata kelola perusahaan di China sangat terbelakang dan belum mampu mengikuti standar internasional.
Perusahaan pemeringkat ini juga menyatakan, ada kelemahan menyangkut independensi direktur perusahaan. Di banyak perusahaan, direksi dijabat oleh orang yang sama selama bertahun-tahun tanpa ada rotasi.
”Investor internasional banyak yang tertarik pada perusahaan China. Hal itu didorong oleh tingginya tingkat pertumbuhan serta imbal hasil. Sayangnya, perusahaan China masih rendah dalam memenuhi standar internasional,” ujar John Hatton, Group Credit Officer untuk perusahaan di Asia-Pasifik.
Fitch juga menyatakan, 40 perusahaan China yang ditelitinya memiliki peringkat BB dan di bawahnya. Peringkat BB berarti kualitas kredit perusahaan itu rendah.
Sedangkan peringkat untuk perusahaan milik negara dan perusahaan yang didukung negara memiliki peringkat pada level layak investasi dan peringkat di atasnya, atau lebih baik dibandingkan dengan perusahaan swasta.
Fitch merupakan perusahaan pemeringkat kedua yang meneliti tentang risiko berinvestasi pada perusahaan yang berasal dari China daratan. Sebelumnya, pemeringkat lain, Moody’s Investor Service, pekan lalu memperingkatkan soal risiko laporan keuangan dan tata kelola perusahaan-perusahaan China.
Hentikan perdagangan
Perusahaan China yang tercatat di bursa luar negeri belakangan ini menjadi sasaran kritik karena melakukan berbagai kecurangan seperti terjadi di bursa AS dan Kanada.
”Investor turut mendesak perusahaan China agar mengikuti standar internasional yang lebih tinggi lagi dalam penyusunan laporan keuangan,” kata Hatton.
Lebih dari 150 perusahaan China, dengan total aset yang bernilai lebih dari 12,8 miliar dollar AS, memasuki pasar modal AS melalui merger sejak tahun 2007. Hanya ada 50 perusahaan yang masuk melalui penawaran saham perdana kepada publik berdasarkan data dari Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB).
Indeks Bloomberg Chinese Reverse Mergers yang mengikuti perkembangan 78 saham perusahaan China yang mencatatkan sahamnya di AS menyatakan, saham-saham perusahaan itu merosot sebanyak 44 persen tahun ini.
PCAOB dan Badan Pengawas Pasar modal AS (Securities and Exchange Commission/SEC) bulan lalu mengonfirmasikan akan mengirimkan utusan untuk berbicara dengan otoritas China mengenai auditor yang berbasis di China. SEC menghentikan sementara perdagangan saham sebuah perusahaan asal China karena dianggap menggunakan pembukuan ganda atau gagal mengungkapkan siapa auditor perusahaan. (AFP/Reuters/Joe)


Opini :
Perusahaan-perusahaan China sebaiknya mengikuti desakan investor yang mengusulkan supaya penyusunan laporan keuangan disesuaikan dengan standar internasional karena dengan standar yang sekarang masih diaplikasikan oleh perusahaan China mungkin akan membuat beberapa calon investor batal berinvestasi padahal banyak para investor yang ingin menanamkan modal di perusahaan-perusahaan China. Laporan keuangan perusahaan China bisa dikatakan berisiko dan tergolong mengandung unsur penipuan. Tata kelola di China juga dinilai kurang baik karena lemahnya kebebasan direktur perusahaan, direksi dijabat oleh orang yang sama selama bertahun-tahun tanpa adanya rotasi atau pergantian. Dari beberapa isu yang beredar perusahaan China yang tercatat di bursa luar negeri sekarang ini menjadi sasaran kritik karena melakukan berbagai kecurangan seperti yang terjadi di bursa AS dan Kanada. Diharapkan perusahaan-perusahaan China bisa dan mau mengikuti standar internasional dalam menyusun laporan keuangan.