Saturday, November 3, 2012

CSR Untuk Kurangi Pengangguran



Artikel Tentang CSR (Corporate social responsibility)

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengusaha dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hartati Murdaya meminta pemerintah dan dunia usaha merumuskan penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) untuk penciptaan lapangan kerja. Selain itu, dana CSR juga harus dapat digunakan untuk membantu permodalan usaha mikro.
"Salah satu masalah utama bangsa ini adalah kemiskinan dan pengangguran. Sudah selayaknya dana CSR dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif warga miskin, bukan untuk membangun fasilitas sosial saja," kata Hartati, pada Seminar Kewajiban CSR Sebagai Instrumen Pemotongan Pajak, yang digelar Partai Demokrat dan Hukum Online di Jakarta, Sabtu (11/12/2010).
Salah satu realisasinya adalah dana CSR untuk kredit usaha rakyat atau KUR. Dengan KUR, banyak usaha mikro dapat dijangkau sehingga mereka dapat mengembangkan usaha, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi kemiskinan.
Menurut Ahsanul Qosasih, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dari Partai Demokrat, pemerintah perlu mengatur pola penyaluran CSR agar tidak terbuang sia-sia. CSR harus dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kawasan.
"Jangan sampai CSR justru ditumpangi oleh partai politik untuk kampanye terselubung," kata Ahsanul.
 
SUMBER

AAUI Minta Penundaan Penerapan IFRS

Artikel Tentang IFRS (International Financial Report Standard)

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memutuskan untuk mengajukan permohonan penundaan Penerapan Standar Akuntansi dan Keuangan (PSAK) 62 atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Padahal aturan tersebut sudah dipersyaratkan oleh regulator per Januari 2012.
Ketua AAUI Kornelius Simanjuntak menjelaskan aturan PSAK 62 ini sebenarnya bertujuan agar laporan keuangan perusahaan di Indonesia diharapkan dapat memiliki daya saing yang setara dengan perusahaan yang menerapkan standar akuntansi internasional. "Tapi kami memahami bahwa industri asuransi umum ini akan memiliki konvergensi dan implementasi IFRS yang juga akan membawa dampak ekonomis yang cukup signifikan terhadap kelangsungan usaha perusahaan umum secara keseluruhan," kata Kornelius di kantor AAUI Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Menurut Kornelius, pertimbangan asosiasi yang menginginkan permohonan penundaan adalah PSAK 62 belum sepenuhnya dipahami khususnya terkait perhitungan cadangan teknis dengan metode gross premium valuation. Selain itu, buletin teknis sebagai petunjuk teknis penerapan PSAK 62 belum resmi diterbitkan.
Selain itu, pedoman teknis untuk perhitungan kewajiban pemegang polis dengan metode gross premium reserve atas kontrak asuransi jangka panjang memerlukan keseragaman asumsi yang wajar, sementara pedoman teknis ini belum ada. Kornelius juga menambahkan bahwa belum ada pedoman teknis yang mengatur perhitungan aset reasuransi secara bruto. Selain itu, penyusunan pedoman teknis membutuhkan waktu sehuingga tidak akan selesai tahun ini.
"Apalagi industri asuransi umum juga terbatas dalam SDM, modal, sistem informasi teknologi di masing-masing perusahaan yang dapat menggerus ekuitasnya," tambahnya.
Jika menggerus ekuitas, kata Kornelius, maka hal tersebut juga akan berdampak seperti pembatasan kegiatan usaha.
Penundaan ini juga disebabkan karena tidak tersedianya data untuk risk profile baik untuk claim frecuency dan severity. "Kita tidak menentukan waktu penundaan. Tapi itu akan relatif tergantung bisnis di masing-masing perusahaan asuransi. Kalau sudah siap, industri harus menerapkan," tambahnya.

Sembilan BUMN Belum Terapkan GCG



Artikel Tentang GCG (Good Corporate Governace)

JAKARTA, KOMPAS.com - Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) ternyata belum diimplementasikan di semua badan usaha milik nasional (BUMN), khususnya bidang usaha pertambangan, industri strategis, energi dan telekomunikasi (PISET). Dari 25 BUMN bidang usaha PISET, yang telah melaksanakan prinsip-prinsip GCG baru 16 badan usaha.
Demikian disampaikan Deputi BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi Kementerian BUMN Sahala Lumban Gaol, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Senin (8/2/2010), di Gedung DPR RI, Jakarta.
Menurut Sahala, peningkatan penerapan GCG pada BUMN merupakan kebijakan penting Kementerian BUMN tahun 2009, dan tetap dilanjutkan pada tahun ini. Penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN-BUMN di bidang usaha PISET berpedoman pada Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN.
Implementasi prinsip-prinsip GCG pada BUMN Pertambangan terlihat dari hasil-hasil antara lain, sejumlah BUMN telah menerbitkan Buku Panduan Implementasi GCG, dibentuknya Komite GCG sebagai organ Dewan Komisaris BUMN untuk mengawasi pelaksanaan GCG pada perusahaan. "Saat ini telah mulai dilakukan penilaian GCG pada BUMN secara berkala oleh badan assesor independen," ujarnya.
Sampai saat ini, dari 25 BUMN bidang usaha PISET, yang telah melakukan rekomendasi GCG ada 16 BUMN. Skor yang diperoleh dari hasil rekomendasi menunjukkan kualitas penerapan GCG pada BUMN bersangkutan. Sebanyak 11 BUMN memperoleh skor di atas 70 yang menunjukkan BUMN itu telah dilengkapi dengan infrastruktur penerapan GCG dan berkomitmen melaksanakan prinsip-prinsip GCG.
Beberapa BUMN dengan skor di atas 70 itu antara lain PT Semen Gresik, PT Semen Baturaja, PT Aneka Tambang, PT Tambang Batubara Bukit Asam, PT Timah, PT Krakatau Steel, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pertamina, PT Telkom Indonesia, PT Inti dan PT LEN Industri.
Adapun 5 BUMN memperoleh skor di bawah 70. Hal ini menunjukkan perlunya komitmen dari Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG melalui penyusunan kebijakan GCG sekaligus pelaksanaan kebijakan itu bersifat top down, dan tercermin dalam setiap proses pengambilan keputusan yang mengedepankan kepentingan perusshaaan dan pemangku kepentingan lain.
Lima BUMN yang dinilai kurang optimal dalam melaksanakan GCG adalah PT Sarana Karya, PT Pindad, PT Industri Kapal Indonesia, PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT Industri Kereta Api. Karena itu, kelima BUMN itu akan didorong untuk terus meningkatkan kinerjanya dan mempraktikkan GCG dengan baik.