DENPASAR,
KOMPAS.com —
Sebanyak 10 negara anggota ASEAN bersepakat memperkuat diri untuk
memperjuangkan standar akuntansi khusus pelaporan keuangan publik atau
pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan kawasan. Dengan cara ini, negara maju
dan akuntan internasional yang terus-menerus memperbarui standar akuntansi
dunia tidak memaksakan suatu standar akuntansi yang tidak tepat bagi
pemerintahan di semua negara anggota ASEAN, yang pada umumnya memiliki
karakteristik berbeda dengan negara maju.
"Ini sudah ada kesepakatan
bersama agar daya tawar dan perundingan di dunia internasional diperkuat di
negara-negara ASEAN sehingga dapat membawa kepentingan negara-negara ASEAN
dalam pembahasan standar akuntansi internasional yang baru," ungkap Wakil
Ketua Komite Standar Akuntasi Pemerintah (KSAP) AB Triharta di Kuta, Bali,
Jumat (6/8/2010), menjelang penutupan acara Pertemuan Governmental Accounting
Standard-Setter of ASEAN Member Countries.
Pelaporan keuangan pemerintah
berbeda dengan swasta. Pada Desember 2009, Badan Standardisasi Akuntansi Sektor
Publik Internasional (IPSASB) menerbitkan standar khusus pada Standar Akuntansi
Sektor Publik Internasional (IPSAS) yang berbeda dengan standar akuntansi
perusahaan swasta (IFRS). Standar khusus itu, antara lain, mengatur laporan
keuangan proyek kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), yakni mekanisme
pembangunan infrastruktur yang sedang digenjot Pemerintah Indonesia saat ini.
Hingga saat ini, ada 30 negara
yang mengadopsi IPSAS, antara lain Perancis, Afrika Selatan, Swiss, Rusia,
Israel, Slowakia, Austria, dan Brasil. Standar yang sama juga telah digunakan
di semua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), OECD, Fakta Pertahanan
Atlantik Utara (NATO), dan Interpol. Selain itu, ada 10 negara yang menggunakan
IPSAS sebagai referensi, antara lain Indonesia, Australia, Selandia Baru,
Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.
Triharta menyebutkan, keinginan
untuk membuat forum tidak hanya datang dari 10 negara ASEAN, tetapi juga dari
delegasi Korea Selatan. "Keinginan untuk memperkuat daya tawar ini sangat
tinggi, bahkan ada yang ingin mempeluas jangkauannya, tidak hanya level
ASEAN," ungkapnya.
Di tempat terpisah, Anggota
Komisi Kerja, Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), Hekinus Manao
menegaskan, Indonesia tidak mau diatur oleh standar akuntansi dunia yang tidak
tepat untuk kepentingan dalam negeri. Sebagai ilustrasi, bagi negara maju, hal
terpenting yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan adalah masuk keluarnya
uang. Namun, bagi Indonesia, hal terpenting yang harus dilaporkan adalah dampak
anggaran terhadap penciptaan lapangan kerja atau kondisi aset negara.
"Jadi, tidak ada dasarnya
suatu lembaga akuntan internasional meminta negara seperti kita menggunakan
standar yang mereka buat. Kepentingannya berlainan," tuturnya.
Opini terhadap
artikel di atas :
Forum yang
dilakukan negara-negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan standar akuntansi khusus pelaporan keuangan
publik atau pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan kawasan terutama untuk
kawasan ASEAN sepertinya belum bisa tercapai sepenuhnya. Karena melihat dari
negara Indonesia yang sepertinya standar akuntansinya tidak mau diatur oleh standar
akuntasi dunia, karena Indonesia yang sudah memiliki standar akuntansinya
sendiri, dan tidak tepat dengan kepentingan dalam negeri. Tapi tidak menutup
kemungkinan kalau ASEAN jadi memiliki standar akuntansi internasional yang pas.
Asalkan sesuai dengan kepentingan negara.