Friday, April 6, 2012

Kedaulatan Negara Jangan Tergadai


Kita semua ingat pada penghujung Januari 2012 bahwa negara Jerman mengeluarkan proposal atas nama Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) kepada negara Yunani yang mengalami kesulitan ekonomi dalam negerinya sehingga “sovereign debt” atau surat hutang negara mereka berstatus default. Proposal yang bocor ke hampir seluruh media di Eropa waktu itu menggegerkan politik masing-masing anggota MEE. Karena proposal itu berisi kesediaan MEE (dalam hal ini Jerman dan Perancis) bersedia memberi dana talangan atau “bail out” kepada Yunani asal segala pengeluaran dan penerimaan atau budget negara Yunani sepenuhnya akan di control oleh MEE (atau kedua negara tadi).
Yunani waktu itu secara resmi mengeluarkan sikap bahwa Yunani menolak proposal tersebut karena ini menyangkut Kedaulatan Negara yang tidak bisa ditawar, tambahan pula proposal itu juga memancing rasa nasionalisme yang tinggi di negeri ini. Tapi Pemerintah Yunani berada di persimpangan jalan antara menjaga kedaulatan negerinya dan menerima bail out. Kalau tidak diterima dana talangan itu maka perekonomian Yunani akan bertambak kolap, dan demonstrasi mahasiswa, buruh, guru, dokter, para pensiunan dan sebagainya akan bertambah marak dan mengganggu kestabilan negeri itu. Kalau diterima, maka kedaulatan negaranya untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negaranya sepenuhnya di “atur” oleh negara lain.
Krisis Yunani dimulai pada tahun 2009, sebagai akibat dari krisis keuangan global tahun 2008 yang dimulai dengan kolapnya perekonomian AS karena “Subprime Mortgage”. Sejak lama pemerintah Yunani di jaman pemerintahan George Papandreou yang dipilih tahu 2009 di ketahui bahwa pemerintah sebelumnya meninggalkan deficit anggaran sebesar 6% dari GDP nya. Namun pada kenyataanya deficit itu adalah lebih tinggi yaitu 12.7% dari GDP.
Pengumuman resmi tentang sebenarnya angka deficit itu mengejutkan para investor yang memiliki saham-saham hutang pemerintah Yunani. Misalkan Perancis, Inggris dan Jerman memiliki lebih dari USD$ 56 milyar saham berupa surat hutang Yunani. Akhirnya pasar modal di Eropa dan di dunia mulai menurun confidence atau kepercayaan pada surat berharga atau saham pemerintah Yunani dan di anggap default atau tidak mampu membayar hutang pada para investor. Efek domino terjadi sampai sekarang, negara-negara anggota MEE satu demi satu berguguran perekonomiannya misalnya Irlandia, Spanyol, Itali dan di khawatirkan merembet ke negara anggota yang ekonomi besar seperti Jerman dan Perancis.
Pelajaran dari Yunani ini, menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang pernah berhutang pada banyak negara, dan lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia. Semua kebijakan ekonomi Indonesia harus “tunduk patuh” pada negara yang memberi hutang. “No Free Lunch” begitu kalimat yang umum kita dengar yang bermakna tidak ada sesuatu yang gratis atau Cuma-Cuma itu.
Hutang luar negeri Indonesia dulu pernah mencapai sekitar USD 145 milyar dan Indonesia masih untung tidak seperti Yunani, karena bisa membayar hutang itu dengan baik. Sekarang hutang luar negeri Indonesia naik menjadi sekitar USD 180 milyar. Saya sering menulis angka hutang ini dihadapan para mahasiswa saya, misalkan 180 milyar itu angka ’0′-nya sembilan yaitu: 180.000.000.000, dan ini belum US dolar, saya katakan pada mahasiswa kalau kita patok 1 US dolar sama dengan Rp 10.000 (supaya gampang perkaliannya), maka angka hutang itu terlihat: Rp. 1.800.000.000.000.000!. Lalu saya suruh mahasiswa membacanya. Sebagian besar komat-kamit tidak bisa menyebutkannya.
Memang Presiden SBY pernah menjelaskan didepan para wartawan bahwa meskipun hutang luar negeri kita itu naik, akan tetapi rasionya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) menurun. Beliau menjelaskan benar bahwa hutang luar negeri kita menjadi Rp 1.816 trilliun tahun 2011, tapi PDB kita Rp 7.222 trilliun. Jadi rasio hutang terhadap PDB kecil. Dibanding sebelumnya rasio hutang kita hampir mencapai 50% dari PDB.
Akan tetapi, meskipun angka hutang luar negeri yang meningkat itu masih dianggap “Aman”., ada baiknya bangsa ini tidak terperangkap dengan mindset seperti itu, karena apapun namanya hutang itu maka persoalan Kedaulatan Negera harus juga diperhitungkan. Dan lagi pula tidak ada negara manapun di dunia ini yang kaya karena hutang.


SUMBER berita.plasa.msn.com
Oleh: Ahmad Cholis Hamzah, MSc*)
 *) Alumni University of London, dan Universitas Airlangga dan sekarang dosen di STIE PERBANAS Surabaya.

No comments:

Post a Comment