Showing posts with label tulisan softskill. Show all posts
Showing posts with label tulisan softskill. Show all posts

Thursday, May 2, 2013

Eropa Mesti Dapatkan Kembali Kepercayaan Internasional


KOMPAS.com - Eropa mesti mendapatkan kembali kepercayaan internasional demi pemulihan ekonomi. Pokok itu menjadi salah satu pernyataan Kanselir Jerman Angela Merkel di Brussels saat berbicara di Parlemen Eropa.
Dalam warta AP dan AFP pada Kamis (8/11/2012), Angela Merkel juga mengajak Uni Eropa mengikuti peta jalan pemulihan rancangannya. Poin penting dalam peta jalan itu adalah harmonisasi regulasi pasar finansial, integrasi kebijakan ekonomi dan fiskal yang lebih dekat, serta memberikan legitimasi demokrasi lebih besar dalam pengambilan keputusan di level Eropa. "Tujuannya adalah Eropa secara bersama-sama memenangi persaingan kembali," kata Merkel.
Dalam pemulihan tersebut, Uni Eropa menghadapi masalah dengan rencana perpisahan Inggris Raya. "Saya ingin Inggris Raya yang kuat di dalam Uni Eropa. Saya akan membicarakan hal itu dengan Perdana Menteri (PM) David Cameron," katanya.
Merkel memang merencanakan akan bertandang ke London untuk menemui Cameron. Di sana ia akan memaparkan rencana anggaran Uni Eropa untuk 2014-2020.
PM Cameron menghadapi masalah internal lantaran tekanan oposisi. Boleh jadi, dia akan menolak anggaran Merkel itu.


opini : Demi terciptanya harmonisasi regulasi pasar finansial, integrasi kebijakan ekonomi dan fiskal yang lebih dekat, serta memberikan legitimasi demokrasi lebih besar dalam pengambilan keputusan di level Eropa, Uni Eropa harus ikut andil supaya eropa mendapat kembali  kepercayaan di mata internasional demi pemulihan ekonomi. Ini dilakukan agar Eropa secara dapat bersama-sama memenangi persaingan kembali di saat ekonomi sudah kembali pulih. 

Bank diizinkan buka usaha titip & investasi valas


Sindonews.com - Demi mengamankan pasokan valuta asing khususnya dolar (AS) di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) membuat aturan yang memperbolehkan perbankan mengatur valas milik perusahaan-perusahaan. 

Aturan trustee ini memperbolehkan bank menyimpan dan menginvestasikan serta meminjamkannya ke pihak lain.

Direktur Stabilitas Sitem Keuangan BI Filianingsih mengatakan, aturan trustee yang diberlakukan BI kepada perbankan ini bertujuan agar supply valas di dalam negeri tidak bergejolak ketika ada penarikan dana besar-besaran (sudden reversal).

"Dari data kita juga, ternyata 11 dari 19 Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) ternyata menyimpan valasnya di luar negeri, padahal dananya digunakan untuk bisnis Indonesia. Ini bukan apa-apa, tetapi karena kita tidak memiliki instrumen di dalam negeri," ujar Fili saat Bankers Dinner, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/11/2012) malam.

Karena itu, BI kemudian membuat aturan yang memungkinkan perusahaan untuk menjadi trustee dan memungkinkan mereka menyimpan valasnya di Indonesia.

"Kegiatan trust ini dipisahkan dari kegiatan unit bank lainnya dan kalaupun bank pailit, aset trust ini tidak akan ikut dilikuidasi," tambah dia.

Selain diperbolehkan membuka kegiatan trust, jelas Fili, BI memperbolehkan bank melakukan tiga hal, yaitu sebagai agen pembayar, agen investasi dan agen peminjaman.

"Namun kegiatan-kegiatan ini harus atas perjanjian dan sepengetahuan perusahaan," tambah dia.

Beberapa bank yang diperbolehkan menjadi agen trust ini, papar Fili, ada beberapa yaitu bagi kantor cabang bank umum harus berbadan hukum Indonesia, dan memiliki modal inti minimal Rp5 triliun dan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) minimal 13 persen selama 18 bulan terakhir.

"Selain harus memiliki tingkat kesehatan bank paling rendah peringkat komposit dua selama dua periode penilaian terakhir dan PK 3 selama satu periode," papar dia.

Adapun bagi bank asing, BI mengharuskan bank memiliki Capitalaa Equivalence Maintainde Assets sebesar Rp5 triliun. "BI tidak mengatur perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang apa saja," pungkasnya.


Opini : Para pebisnis di indonesia sebaiknya mendukung Bank Indonesia (BI) yang menbuat aturan bahwa perbankan boleh mengatur valas milik perusahaan-perusahaan dan membuat aturan yang memungkinkan perusahaan untuk menjadi trustee dan memungkinkan mereka menyimpan valasnya di Indonesia. Aturan trustee ini memperbolehkan bank menyimpan dan menginvestasikan serta meminjamkannya ke pihak lain. Ini dilakukan BI supaya pebisnis di Indonesia yang dananya juga digunakan untuk bisnis di Indonesia tidak perlu menyimpan valas mereka  di luar negeri. Bank-bank yang diperbolehkan menjadi agen trust bisa bertindak sebagai agen pembayar, agen investasi dan agen peminjaman. Dan seandainya bank yang menjadi agen trust mengalami kebangkrutan dan aset bank harus dilikuidasi, aset trust ini tidak akan ikut dilikuidasi.

Perusahaan China Curang


BEIJING,KOMPAS.com - Pemeringkat kredit Fitch memperingatkan, tata kelola perusahaan di China sangat lemah. Kualitas informasi yang diberikan kepada para pemegang saham masih sangat rendah. Kekurangan ini akan menyebabkan perusahaan China sukar meraup dana dari pasar modal.
Fitch mengatakan, masalah tersebut sudah mencoreng perusahaan China. Isu tersebut memerlukan waktu beberapa saat untuk dapat diselesaikan. Hal ini sehubungan dengan munculnya skandal pelaporan keuangan oleh korporasi China.
Hal tersebut terungkap dalam laporan lembaga pemeringkat itu tentang tata kelola perusahaan di China yang dikeluarkan di Beijing, Senin (18/7).
Fitch mengatakan, kategori laporan keuangan korporasi China bisa dikatakan berisiko dan tergolong mengandung unsur penipuan. ”Beberapa tuduhan itu akan terbukti,” demikian pernyataan Fitch.
Fitch menyatakan, diperlukan waktu lama untuk menghapuskan kesan negatif seperti itu. Kondisi laporan keuangan korporasi China yang bercitra buruk juga menjadi kendala sehingga mereka tidak dapat mengakses pasar modal dengan mudah. Keadaan akan menjadi tambah sulit jika ada hal buruk lain, seperti menurunnya kepercayaan para investor.
Namun, hal seperti ini tidak saja mendominasi perusahaan China. Perusahaan asal AS dan Eropa juga sarat dengan skandal penipuan keuangan. Hal itu terbukti dengan banyaknya perusahaan berjatuhan saat krisis ekonomi AS meledak tahun 2008 lalu.
Fitch melakukan kajian tentang tata kelola perusahaan China dengan menganalisis 40 perusahaan yang berasal dari China. Lembaga pemeringkat tersebut menyatakan, banyak titik lemah pada perusahaan-perusahaan China. Hal itu, misalnya, terlihat dari penggunaan standar akuntansi China, pemilihan auditor, pencatatan saham di Bursa Saham Shanghai yang tidak ”beres”, dan terjadinya konsentrasi kepemilikan saham.
Laporan tersebut juga mengamati besaran finansial perusahaan, seperti pertumbuhan pendapatan, modal kerja, pajak, dan marjin keuntungan, yang dianggap tak sesuai keadaan.
Fitch mencatat tata kelola perusahaan di China sangat terbelakang dan belum mampu mengikuti standar internasional.
Perusahaan pemeringkat ini juga menyatakan, ada kelemahan menyangkut independensi direktur perusahaan. Di banyak perusahaan, direksi dijabat oleh orang yang sama selama bertahun-tahun tanpa ada rotasi.
”Investor internasional banyak yang tertarik pada perusahaan China. Hal itu didorong oleh tingginya tingkat pertumbuhan serta imbal hasil. Sayangnya, perusahaan China masih rendah dalam memenuhi standar internasional,” ujar John Hatton, Group Credit Officer untuk perusahaan di Asia-Pasifik.
Fitch juga menyatakan, 40 perusahaan China yang ditelitinya memiliki peringkat BB dan di bawahnya. Peringkat BB berarti kualitas kredit perusahaan itu rendah.
Sedangkan peringkat untuk perusahaan milik negara dan perusahaan yang didukung negara memiliki peringkat pada level layak investasi dan peringkat di atasnya, atau lebih baik dibandingkan dengan perusahaan swasta.
Fitch merupakan perusahaan pemeringkat kedua yang meneliti tentang risiko berinvestasi pada perusahaan yang berasal dari China daratan. Sebelumnya, pemeringkat lain, Moody’s Investor Service, pekan lalu memperingkatkan soal risiko laporan keuangan dan tata kelola perusahaan-perusahaan China.
Hentikan perdagangan
Perusahaan China yang tercatat di bursa luar negeri belakangan ini menjadi sasaran kritik karena melakukan berbagai kecurangan seperti terjadi di bursa AS dan Kanada.
”Investor turut mendesak perusahaan China agar mengikuti standar internasional yang lebih tinggi lagi dalam penyusunan laporan keuangan,” kata Hatton.
Lebih dari 150 perusahaan China, dengan total aset yang bernilai lebih dari 12,8 miliar dollar AS, memasuki pasar modal AS melalui merger sejak tahun 2007. Hanya ada 50 perusahaan yang masuk melalui penawaran saham perdana kepada publik berdasarkan data dari Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB).
Indeks Bloomberg Chinese Reverse Mergers yang mengikuti perkembangan 78 saham perusahaan China yang mencatatkan sahamnya di AS menyatakan, saham-saham perusahaan itu merosot sebanyak 44 persen tahun ini.
PCAOB dan Badan Pengawas Pasar modal AS (Securities and Exchange Commission/SEC) bulan lalu mengonfirmasikan akan mengirimkan utusan untuk berbicara dengan otoritas China mengenai auditor yang berbasis di China. SEC menghentikan sementara perdagangan saham sebuah perusahaan asal China karena dianggap menggunakan pembukuan ganda atau gagal mengungkapkan siapa auditor perusahaan. (AFP/Reuters/Joe)


Opini :
Perusahaan-perusahaan China sebaiknya mengikuti desakan investor yang mengusulkan supaya penyusunan laporan keuangan disesuaikan dengan standar internasional karena dengan standar yang sekarang masih diaplikasikan oleh perusahaan China mungkin akan membuat beberapa calon investor batal berinvestasi padahal banyak para investor yang ingin menanamkan modal di perusahaan-perusahaan China. Laporan keuangan perusahaan China bisa dikatakan berisiko dan tergolong mengandung unsur penipuan. Tata kelola di China juga dinilai kurang baik karena lemahnya kebebasan direktur perusahaan, direksi dijabat oleh orang yang sama selama bertahun-tahun tanpa adanya rotasi atau pergantian. Dari beberapa isu yang beredar perusahaan China yang tercatat di bursa luar negeri sekarang ini menjadi sasaran kritik karena melakukan berbagai kecurangan seperti yang terjadi di bursa AS dan Kanada. Diharapkan perusahaan-perusahaan China bisa dan mau mengikuti standar internasional dalam menyusun laporan keuangan. 

Thursday, April 11, 2013

Industri Akuntansi Indonesia Siap Hadapi 2015


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden CPA Australia-Indonesia Office, Ferdinand Sadeli menyebutkan, industri akuntansi Indonesia ditargetkan dapat mengadopsi IFRS (International Financial Reporting Standards), yaitu sistem standar akuntansi internasional, secara penuh pada tahun 2012.
Sebagai dampaknya, industri akuntansi di Indonesia pun akan siap menghadapi Komunitas ASEAN yang akan berlangsung pada tahun 2015 mendatang. Dan, investor asing akan banyak berinvestasi di Indonesia.
"Ya pasti demikianlah. Mustinya dari tahun depan (2012) semuanya sudah relatively sama (dalam menerapkan standar laporan akuntansi di antara negara-negara ASEAN)," ujar Ferdinand kepadaKOMPAS.com dalam acara konferensi pers peresmian kantor CPA Australia di Jakarta, Senin (31/10/2011).
Indonesia sendiri, terang dia, sudah mulai menerapkan standar internasional ini sejak Januari 2011. Sementara, Singapura sudah dan Malaysia telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2006. Selain itu, dengan standar IFRS, terang dia, maka investor asing yang datang ke Indonesia akan disuguhi oleh laporan keuangan yang punya standar sama di seluruh dunia.
"Dia (investor) nggak perlu pusing-pusing," tambah dia.
Manfaat lainnya dengan IFRS ini yakni mengurangi biaya modal (cost of capital). Artinya, terang Ferdinand, investor tidak akan minta tingkat pengembalian (return) yang tinggi lagi ketika dia mau investasi di Indonesia.
"Karena semuanya sudah transparannya sama, level disclosure-nya sama, understandingnya sama," ujar Ferdinand.
Jadi, ucap dia, dengan adopsi IFRS secara penuh, maka investor asing pun lebih banyak yang mau masuk ke Indonesia. "Mudah sekali dia untuk membandingkan. Dia membaca laporan keuangan enggak bingung-bingung," tegas Ferdinand.


Opini terhadap artikel di atas :
Siapnya Indonesia dengan ikut serta dalam komunitas ASEAN di tahun 2015 mendatang memperlihatkan Indonesia terutama dalam bidang akuntansi sudah sangat baik dalam mengadopsi standar akuntasi internasional untuk standar pelaporan. Dan ini berdampak baik bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mungkin karena penerapan standar berbasis internasional ini para investor tidak perlu ragu untuk berinvestasi di Indonesia. Seharusnya penerapan berbasis internasional sudah diterapkan oleh semua perusahaan yang cukup berpengaruh di Indonesia demi kepentingan investasi terutama untuk pembangunan.

Tuesday, April 9, 2013

Bank Dunia Tidak Beri Penilaian, tetapi Beri Dorongan


JAKARTA, KOMPAS.com — Regional Manager, Financial Management, Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia, Samia Msadek, menyatakan, Bank Dunia tidak memberikan penilaian akan sejauh mana perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mengaplikasikan standar audit dan pelaporan finansial yang selaras dengan standar internasional. Menurut dia, lembaga ini hanya berperan untuk memberikan rekomendasi bagaimana standar nasional bisa sebaik mungkin mengacu pada apa yang berlaku di dunia internasional.
"Saya tidak menjawab ya atau tidak untuk pertanyaan ini. Bukan hal yang mudah untuk menjawab apakah (perusahaan dan bank) telah selaras dengan standar (internasional). Kamu bisa lihat laporan kami adalah proses yang panjang. Kami harus profesional dalam melakukan itu (penilaian)," ujar Samia, di Jakarta, Senin (14/11/2011 ).
Menurut dia, hanya ada dua opsi, apakah perusahaan menerapkan standar yang benar atau salah. Namun, terang dia, Bank Dunia hadir untuk membantu standar nasional bisa selaras dengan yang berlaku di internasional.
Bentuk nyata bantuan tersebut adalah dengan mengeluarkan sejumlah rekomendasi, salah satunya, agar kapasitas Ikatan Akuntansi Indonesia dan Institut Akuntan Publik Indonesia, dan praktik audit skala kecil dan menengah dapat ditingkatnya. "Penerapan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebaiknya merupakan proses kolaboratif antar badan-badan pengatur sektor keuangan, profesi akuntansi, dan mitra-mitra pembangunan internasional," tambah Samia.
Ia juga menaruh rasa bangga terhadap penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ini merupakan standar pelaporan keuangan yang berlaku internasional. "Apa yang membuat saya sangat terkesan adalah bagaiman orang-orang ini (perusahaan) menghabiskan akhir pekan, dari Jumat ke Minggu, di tempat terdekat, untuk mengerjakan hal itu (IFRS)," tambah dia sembari memberi petunjuk bagaimana tebalnya buku mengenai IFRS itu.


Opini terhadap artikel di atas :
Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sudah menerapkan IFRS belum tentu sudah selaras dengan standar internasional. Bahkan Regional Manajer, Financial Management, Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia tidak bisa menilai sejauh mana perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menerapkan standar audit dan laporan keuangan setara dengan standar internasional. Jadi sebaiknya melakukan apa yang direkomendasikan yaitu ada kerja sama antara badan-badan pengatur sektor keuangan, profesi akuntansi, dan mitra pembangunan internasional. Para akuntan yang terlibat pun harus yang sudah paham betul akan standar akuntasi internasional.

Neraca LKPP dan BLU Berstandar Dunia


DENPASAR, KOMPAS.com - Baru kali ini pemerintah menerapkan standar akuntansi bertarap internasional, yakni tidak lagi menggunakan standar berbasis kas, melainkan standar akuntansi berbasis akrual. Itu pun masih terbatas hanya pada neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP dan laporan keuangan Badan Layanan Umum atau BLU.
"Sementara APBN dan bagian lain dari LKPP semuanya masih menggunakan akuntasi berbasis kas, karena tidak mudah menerapkannya," ungkap Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Hekinus Manao di Kuta, Bali, Jumat (6/8/2010).
Baru sejak tahun 2004 (atau setelah 59 tahun Indonesia merdeka), pemerintah membuat LKPP, sebelumnya hanya dalam bentuk laporan pertanggungjawaban anggaran. Dengan LKPP, pemerintah tidak hanya melaporkan keluar masuknya uang yang dipakai pada tahun sebelumnya, namun juga membuat neraca keuangan hingga laporan arus kas.
Dalam neraca itulah tercermin untuk pertama kalinya kekayaan negara dan kewajiban pemerintah yang dimiliki Indonesia selama ini. Dalam neraca tersebut, publik dapat mengetahui seluruh aset yang dimiliki, utang yang membebani pemerintah, modal yang dimiliki untuk bergerak maju. Namun, diantara bagian-bagian yang ada dalam LKPP, hanya neraca yang sudah berstandar internasional, selebihnya masih menggunakan sistem lama.
Dengan mengubah standar akuntansi ke basis akrual, tidak hanya aliran uang tunai yang tercatat dalam APBN dan neraca, melainkan juga semua risiko keuangan yang mungkin dihadapi pemerintah dalam jangka pendek hingga panjang. Akuntansi berbasis akrual juga mengharuskan mengecekan lengkap terhadap setiap sen uang negara yang telah dikeluarkan.
Sebagai ilustrasi, jika suatu kementerian meminta anggaran untuk membeli bibit sapi pada tahun 2010, maka dia akan diminta melaporkan terlebih dulu anggaran pembelian bibit sapi pada tahun 2009. Kementerian itu harus menjelaskan, berapa banyak bibit sapi yang dibeli tahun 2009, berapa banyak sapi yang tumbuh besar, hingga berapa sapi yang beranak.
Dulu, ketika pemerintah masih memakai akuntansi berbasis kas, tidak ada pemeriksaan silang seperti itu. Anggaran bibit ayam yang dikeluarkan tahun 2009, akan hangus begitu saja, karena tidak ada yang menanyakan kondisi terakhir dari bibit ayam yang telah dibeli itu.
Salah satu kiblat yang digunakan pemerintah dalam menyusun laporan keuangan berbasis akrual adalah Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) yang diterbitkan oleh International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB).
Hingga saat ini, ada 30 negara yang mengadopsi IPSAS, antara lain Perancis, Afrika Selatan, Swiss, Rusia, Israel, Slowakia, Austria, dan Brazil. Standar yang sama juga telah digunakan di seluruh badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), OECD, Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Interpol. Selain itu, ada 10 negara yang menggunakan IPSAS sebagai referensi, antara lain Indonesia, Australia, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.



SUMBER


Opini terhadap artikel di atas :                                                    
Meskipun bagian neraca sudah berstandar internasional atau berbasis akrual tetapi belum semua menerapkannya. Bagian lain selain neraca masih menggunakan sistem lama atau berbasis kas. Seharusnya pemerintah bisa mengubah semua bagian dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) karena dilihat dari akuntansi berbasis akrual sendiri yang mengharuskan pengecekan lengkap terhadap setiap dana yang keluar, juga dapat mengetahui resiko keuangan negara tidak hanya mengetahui aliran dana yang dicatat APBN. Dan lagi tidak sedikit negara yang menggunakan standar akuntansi berbasis akrual dengan menjadikan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS).

Thursday, March 14, 2013

ASEAN Perjuangkan Standar Akuntansi


DENPASAR, KOMPAS.com — Sebanyak 10 negara anggota ASEAN bersepakat memperkuat diri untuk memperjuangkan standar akuntansi khusus pelaporan keuangan publik atau pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan kawasan. Dengan cara ini, negara maju dan akuntan internasional yang terus-menerus memperbarui standar akuntansi dunia tidak memaksakan suatu standar akuntansi yang tidak tepat bagi pemerintahan di semua negara anggota ASEAN, yang pada umumnya memiliki karakteristik berbeda dengan negara maju.
"Ini sudah ada kesepakatan bersama agar daya tawar dan perundingan di dunia internasional diperkuat di negara-negara ASEAN sehingga dapat membawa kepentingan negara-negara ASEAN dalam pembahasan standar akuntansi internasional yang baru," ungkap Wakil Ketua Komite Standar Akuntasi Pemerintah (KSAP) AB Triharta di Kuta, Bali, Jumat (6/8/2010), menjelang penutupan acara Pertemuan Governmental Accounting Standard-Setter of ASEAN Member Countries.
Pelaporan keuangan pemerintah berbeda dengan swasta. Pada Desember 2009, Badan Standardisasi Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASB) menerbitkan standar khusus pada Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) yang berbeda dengan standar akuntansi perusahaan swasta (IFRS). Standar khusus itu, antara lain, mengatur laporan keuangan proyek kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), yakni mekanisme pembangunan infrastruktur yang sedang digenjot Pemerintah Indonesia saat ini.
Hingga saat ini, ada 30 negara yang mengadopsi IPSAS, antara lain Perancis, Afrika Selatan, Swiss, Rusia, Israel, Slowakia, Austria, dan Brasil. Standar yang sama juga telah digunakan di semua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), OECD, Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Interpol. Selain itu, ada 10 negara yang menggunakan IPSAS sebagai referensi, antara lain Indonesia, Australia, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.
Triharta menyebutkan, keinginan untuk membuat forum tidak hanya datang dari 10 negara ASEAN, tetapi juga dari delegasi Korea Selatan. "Keinginan untuk memperkuat daya tawar ini sangat tinggi, bahkan ada yang ingin mempeluas jangkauannya, tidak hanya level ASEAN," ungkapnya.
Di tempat terpisah, Anggota Komisi Kerja, Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), Hekinus Manao menegaskan, Indonesia tidak mau diatur oleh standar akuntansi dunia yang tidak tepat untuk kepentingan dalam negeri. Sebagai ilustrasi, bagi negara maju, hal terpenting yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan adalah masuk keluarnya uang. Namun, bagi Indonesia, hal terpenting yang harus dilaporkan adalah dampak anggaran terhadap penciptaan lapangan kerja atau kondisi aset negara.
"Jadi, tidak ada dasarnya suatu lembaga akuntan internasional meminta negara seperti kita menggunakan standar yang mereka buat. Kepentingannya berlainan," tuturnya.


Opini terhadap artikel di atas :
Forum yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan standar akuntansi khusus pelaporan keuangan publik atau pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan kawasan terutama untuk kawasan ASEAN sepertinya belum bisa tercapai sepenuhnya. Karena melihat dari negara Indonesia yang sepertinya standar akuntansinya tidak mau diatur oleh standar akuntasi dunia, karena Indonesia yang sudah memiliki standar akuntansinya sendiri, dan tidak tepat dengan kepentingan dalam negeri. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ASEAN jadi memiliki standar akuntansi internasional yang pas. Asalkan sesuai dengan kepentingan negara. 

Saturday, December 1, 2012

Audit Internal Pastikan Ada Kecurangan di Bank Century


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank Century.

Hal itu disampaikan Susanna ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank Century, Senin (11/1/2010) di DPR.

"Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar Susanna di hadapan para anggota Pansus.

Temuan Susanna sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. Susanna mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke Dewi Tantular, kakak kandung mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. "Dewi cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

Susanna mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, Susanna tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank Century. Di bawah kepemimpinan baru, Susanna juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.




Opini  terhadap kasus  fraud di atas :
Bukti-bukti kuat yang dimiliki Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa tentang adanya cash in transit ke Singapura seharusnya bisa membantu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit investigasi atas kasus Bank Century karena ternyata dana yang senilai 18 juta AS adalah fraud. BPK harus bisa menelurusi dana tersebut masuk ke rekening siapa. Dan pengakuan Susanna Coa tentang kerugian biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS yang dialami Bank Mutiara di bawah kepemimpinan yang baru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga harus mengaudit investigasi bagaimana bisa ada biaya operasional fiktif. Kasus fraud ini sangat merugikan nasabah Bank Century, sehingga harus tuntas dalam mengaudit investigasi agar mengetahui siapa penyebab adanya fraud tersebut. Penggantian dana nasabah yang dirugikan juga harus dilakukan oleh pihak bank.

Audit Internal Pastikan Ada Kecurangan di Bank Century



JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank Century.

Hal itu disampaikan Susanna ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank Century, Senin (11/1/2010) di DPR.

"Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar Susanna di hadapan para anggota Pansus.

Temuan Susanna sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. Susanna mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke Dewi Tantular, kakak kandung mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. "Dewi cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

Susanna mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, Susanna tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank Century. Di bawah kepemimpinan baru, Susanna juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.


Opini  terhadap kasus  fraud di atas :
Bukti-bukti kuat yang dimiliki Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa tentang adanya cash in transit ke Singapura seharusnya bisa membantu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit investigasi atas kasus Bank Century karena ternyata dana yang senilai 18 juta AS adalah fraud. BPK harus bisa menelurusi dana tersebut masuk ke rekening siapa. Dan pengakuan Susanna Coa tentang kerugian biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS yang dialami Bank Mutiara di bawah kepemimpinan yang baru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga harus mengaudit investigasi bagaimana bisa ada biaya operasional fiktif. Kasus fraud ini sangat merugikan nasabah Bank Century, sehingga harus tuntas dalam mengaudit investigasi agar mengetahui siapa penyebab adanya fraud tersebut. Penggantian dana nasabah yang dirugikan juga harus dilakukan oleh pihak bank.

Saturday, November 3, 2012

CSR Untuk Kurangi Pengangguran



Artikel Tentang CSR (Corporate social responsibility)

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengusaha dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hartati Murdaya meminta pemerintah dan dunia usaha merumuskan penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) untuk penciptaan lapangan kerja. Selain itu, dana CSR juga harus dapat digunakan untuk membantu permodalan usaha mikro.
"Salah satu masalah utama bangsa ini adalah kemiskinan dan pengangguran. Sudah selayaknya dana CSR dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif warga miskin, bukan untuk membangun fasilitas sosial saja," kata Hartati, pada Seminar Kewajiban CSR Sebagai Instrumen Pemotongan Pajak, yang digelar Partai Demokrat dan Hukum Online di Jakarta, Sabtu (11/12/2010).
Salah satu realisasinya adalah dana CSR untuk kredit usaha rakyat atau KUR. Dengan KUR, banyak usaha mikro dapat dijangkau sehingga mereka dapat mengembangkan usaha, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi kemiskinan.
Menurut Ahsanul Qosasih, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dari Partai Demokrat, pemerintah perlu mengatur pola penyaluran CSR agar tidak terbuang sia-sia. CSR harus dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kawasan.
"Jangan sampai CSR justru ditumpangi oleh partai politik untuk kampanye terselubung," kata Ahsanul.
 
SUMBER

AAUI Minta Penundaan Penerapan IFRS

Artikel Tentang IFRS (International Financial Report Standard)

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memutuskan untuk mengajukan permohonan penundaan Penerapan Standar Akuntansi dan Keuangan (PSAK) 62 atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Padahal aturan tersebut sudah dipersyaratkan oleh regulator per Januari 2012.
Ketua AAUI Kornelius Simanjuntak menjelaskan aturan PSAK 62 ini sebenarnya bertujuan agar laporan keuangan perusahaan di Indonesia diharapkan dapat memiliki daya saing yang setara dengan perusahaan yang menerapkan standar akuntansi internasional. "Tapi kami memahami bahwa industri asuransi umum ini akan memiliki konvergensi dan implementasi IFRS yang juga akan membawa dampak ekonomis yang cukup signifikan terhadap kelangsungan usaha perusahaan umum secara keseluruhan," kata Kornelius di kantor AAUI Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Menurut Kornelius, pertimbangan asosiasi yang menginginkan permohonan penundaan adalah PSAK 62 belum sepenuhnya dipahami khususnya terkait perhitungan cadangan teknis dengan metode gross premium valuation. Selain itu, buletin teknis sebagai petunjuk teknis penerapan PSAK 62 belum resmi diterbitkan.
Selain itu, pedoman teknis untuk perhitungan kewajiban pemegang polis dengan metode gross premium reserve atas kontrak asuransi jangka panjang memerlukan keseragaman asumsi yang wajar, sementara pedoman teknis ini belum ada. Kornelius juga menambahkan bahwa belum ada pedoman teknis yang mengatur perhitungan aset reasuransi secara bruto. Selain itu, penyusunan pedoman teknis membutuhkan waktu sehuingga tidak akan selesai tahun ini.
"Apalagi industri asuransi umum juga terbatas dalam SDM, modal, sistem informasi teknologi di masing-masing perusahaan yang dapat menggerus ekuitasnya," tambahnya.
Jika menggerus ekuitas, kata Kornelius, maka hal tersebut juga akan berdampak seperti pembatasan kegiatan usaha.
Penundaan ini juga disebabkan karena tidak tersedianya data untuk risk profile baik untuk claim frecuency dan severity. "Kita tidak menentukan waktu penundaan. Tapi itu akan relatif tergantung bisnis di masing-masing perusahaan asuransi. Kalau sudah siap, industri harus menerapkan," tambahnya.